Kamis, 20 Maret 2014
Sejarah Keris Sebagai Senjata Tradisional
Keris adalah salah satu jenis senjata tikam tradisional masyarakat Jawa dan beberapa suku bangsa di Indonesia. Bagi sebagian masyarakat Jawa, keris masih dianggap sebagai salah satu senjata piandel (andalan) yang mempunyai kekuatan gaib. Bahkan tidak jarang, keris menjadi senjata tradisional yang dikeramatkan dan harus dirawat dengan baik. Namun tidak semua jenis keris menjadi senjata andalan bagi pemiliknya. Umumnya keris yang menjadi senjata andalan bagi pemiliknya adalah keris yang dibuat oleh empu terkenal dengan laku puasa terlebih dahulu.
Umumnya kerajaan-kerajaan Jawa yang sekarang masih eksis, seperti di Yogyakarta dan Surakarta, keris masih menjadi senjata andalan bagi masing-masing kraton. Bahkan cenderung dikeramatkan. Pada bulan Sura biasanya dilakukan pembersihan keris oleh pihak kraton. Dan saat-saat tertentu saja, misalnya saat penobatan, senjata keris pusaka ini ikut diarak bersama pusaka-pusaka lainnya.
Namun pada perkembangannya dewasa ini, pembuatan keris lebih cenderung dan terfokus sebagai benda cindera mata yang berseni tinggi. Sudah jarang empu yang membuat keris pesanan seseorang yang membutuhkan untuk senjata andalan. Selain itu keris buatan sekarang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan pasar, yakni sebagai pelengkap asesoris busana adat Jawa. Sehingga bahan yang dipakai pun hanya asal-asalan saja dan sudah tidak terdiri dari bahan baku keris yakni besi, pamor, dan baja.
Ada perkiraan, keris yang tertua dibuat di pulau Jawa, dibuat sekitar abad 6 atau 7. Keris tua itu biasa disebut keris buddha.. Bahkan ornamen muncul di salah satu dinding candi. Itu menandakan bahwa di masa lampau keris sudah menjadi andalan dan dipakai sebagai salah satu senjata.
Pada zaman dulu, empu pembuat keris menyebar di berbagai wilayah yang memiliki kerajaan, seperti di Majapahit, Singasari, Kediri, Kotagede, Pajang, Kartasura, dan wilayah lainnya. Namun untuk dewasa ini, mungkin hanya tinggal beberapa tempat di Jawa yang masih membuat keris misalnya: Yogyakarta, Surakarta, dan Madura.
Keris adalah budaya asli Jawa khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Walaupun nenek moyang bangsa Indonesia umumnya beragama Hindu dan Buddha, tidak pernah ditemukan bukti bahwa keris berasal dari India atau negara lain. Jika pada candi-candi di pulau Jawa ditemui gambar relief (antara lain candi Borobudur) yang menggambarkan adanya senjata keris, maka candi-candi di India atau negara lain tidak ditemukan. Ini sebagai bukti bahwa keris berasal dari budaya asli Jawa (Indonesia).
Setiap kerajaan yang pernah ada di pulau Jawa memiliki empu masing-masing yang membuat keris pusaka. Mereka menghasilkan pusaka-pusaka yang terkenal pula. Ada lebih seratus empu yang terkenal dari berbagai kerajaan tersebut. Sebagian nama-nama empu terkenal dari masing-masing kerajaan beserta hasil karya mereka di antaranya: empu Kandangdewa dengan hasil pusaka karyanya adalah Sang Sabuk Inten, Sang Jalak, dan Sang Kala Welang (zaman Kauripan); empu Windusarpa karyanya: Sang Barojol, Sang Bethok, dan Sang Larbango (zaman Jenggala); empu Kanaka, karyanya: Kyai Kalut dan Kyai Bang Wetan (zaman Pajajaran Makukuhan); empu Bayuaji, karyanya Kyai Setan Kober (zaman Cirebon); empu Domas, karyanya Kyai Gajah (zaman Majapahit); empu Pujadewa, karyanya: Kyai Gagak Ngore dan Kyai Ganda Wisa (zaman Majapahit); empu Kaloka, karyanya Kyai Kuwung-Kuwung (asal Madura); empu Humyang, karyanya Kyai Ombak Banyu (empu zaman Pajang); empu Tunggul Maya, karyanya Kyai Jabar (zaman Mataram), empu Luyung, karyanya: Kyai Padas Polah dan Kyai Jamur Dipa (zaman Kartasura); empu Ki Anom, karyanya Kanjeng Kyai Pulanggeni (zaman Sultan Agung, Mataram); empu Ki Joko Sugatno, karyanya Kanjeng Kyai Gajah Satrubondo (zaman Kraton Surakarta); dan masih banyak lagi empu-empu terkenal lainnya.
Empu biasanya mengabdi ke kerajaan. Mereka menjadi salah satu orang yang dihormati di kerajaan karena kelebihannya membuat keris pusaka. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa untuk membuat keris tangguh agar menjadi senjata andalan, maka bahan yang dipakai untuk membuat keris, biasanya terdiri dari campuran besi, pamor, dan baja. Sebelum memulai membuat keris ampuh, biasanya diawali dengan laku puasa dan persiapan-persiapan lain yang memakan waktu 6 hari. Persiapan-persiapan yang dilakukan antara lain: menyiapkan tempat produksi (besalen, panyirepan, dulang landesan, dan ububan; memilih pembantu pembuatan keris yang dapat dipercaya; menyiapkan semua bahan-bahan; mengajak para pembantunya untuk laku prihatin; mengadakan selamatan; dan menyiapkan mantra. Baru hari ketujuh memulai membuat keris. Di antara mantra yang biasa dilafalkan empu adalah “aum, sembahing anata tingalana de triloka sarana; awighnam astu, isun empu ....tan awacana, de nir arthaka darpa; dang dahana hagni niraweh sara sudarma”, artinya “Ya Tuhan, semoga sembah permohonan hamba ini Paduka ketahui wahai sang pelindung tiga dunia; jangan ada halangan, hamba empu .... tidak mengucapkan kata-kata yang tidak berguna dan sombong; api yang menyala-nyala ini semoga memberi pusaka yang berguna”.
Setiap keris yang dihasilkan oleh setiap empu dari masing-masing kerajaan tentu mempunyai ciri khas sendiri-sendiri, baik bentuk, ukuran, maupun kualitas. Keris yang dihasilkan oleh empu Majapahit, biasanya wilahan (bilah) menyatu dengan ukiran hulu (pegangan keris). Mulai dari ujung keris hingga pangkal pegangan terbuat dari logam. Pada pegangan keris berbentuk patung manusia. Mulai pada zaman kerajaan Demak, pegangan keris sudah tidak menyatu lagi dengan wilahan. Pembuatan keris oleh empu lebih banyak atas perintah para wali. Seorang empu bernama empu Joko Supo mendapat perintah dari Sunan Kalijaga untuk membuat keris dapur Sabuk Inten.
Keris, baru dikatakan lengkap jika sudah ada sarungnya atau yang disebut warangka. Orang yang membuat warangka keris disebut Mranggi. Jenis warangka yang dikenal dalam perkerisan tradisi Jawa adalah Ladrang dan Gayaman. Bentuk Ladrang Yogyakarta dan Surakarta berbeda, demikian pula dengan bentuk Gayaman. Sementara bagian-bagian warangka adalah: ukiran, godongan, pijetan, tampingan, awak-awak, bapangan, lenglengan, gigir, gandar, dan bandar. Jenis kayu yang sering dipakai untuk membuat warangka adalah kayu: Timoho, Trembalo, Cendana, dan Galihjati.
Pada awal mulanya, keris diciptakan oleh para empu sebagai senjata tikam untuk membela diri. Cara pembuatan keris di awal munculnya senjata ini dapat diketahui dari rekaman relief candi-candi di Jawa, misalnya di Candi Borobudur dan Candi Sukuh. Pembuatan keris lama-kelamaan mengalami penyempurnaan dan menjadi senjata handal. Raja-raja di nusantara menjadikan keris menjadi senjata pusaka. Misalnya kerajaan Majapahit, mempunyai sebuah keris pusaka bernama Kyai Sengkelat. Keris Kyai Sengkelat ini menjadi pusaka andalan dan bahkan menjadi penolak sekaligus tumbal perisai kerajaan. Artinya keris pusaka ini dijadikan pelindung keselamatan kerajaan dari segala malapetaka yang menyerang kerajaan.
Keris juga berfungsi sebagai ageman atau perlengkapan pakaian raja. Semakin keris yang dipakai raja dibuat oleh empu terkenal, maka akan semakin membuat raja yang memakai semakin dikagumi dan disegani. Sebab, biasanya keris buatan empu terkenal akan mempunyai kekuatan yang sangat ampuh. Demikian pula dengan kerabat-kerabat raja dan pembesar-pembesar kerajaan akhirnya juga memakai keris untuk menambah kharisma jabatannya. Hingga saat ini pun masih banyak raja, sentana dalem, maupun pejabat yang memiliki keris handalan yang dibuat oleh empu-empu terkenal zaman dahulu.
Bagi masyarakat Jawa sekarang, keris lebih berperanan sebagai perlengkapan berbusana. Sangat jarang keris dibawa kemana-mana jika tidak berkaitan dengan upacara tradisi, misalnya upacara pengantin atau upacara merti dusun. Pada saat upacara tradisi itulah, masyarakat Jawa baru mengenakan keris yang berfungsi untuk melengkapi pakaian tradisional yang dikenakan, misalnya mengenakan pakaian surjan atau beskapan. Namun tidak semua keris yang dipakai dalam upacara tradisional tersebut adalah keris pusaka. Sebagian hanya keris sebagai asesoris yang dibuat dari bahan yang asal-asalan saja seperti dari aluminium.
Keris yang dibuat oleh empu, ada yang bentuknya lurus dan ada pula yang berlekuk atau berluk. Keris berluk biasanya ganjil, misalnya luk 3, luk 5, luk 7, luk 9, luk 11, luk 13, luk 15, luk 17, dan seterusnya. Namun untuk keris berluk, kebanyakan yang dibuat adalah maksimal berluk 13. Walaupun ada keris-beris berluk di atas 13, seperti keris berluk 29, berluk 31 atau bahkan keris berluk 75, namun sangat jarang dijumpai. Keris lurus yang dibuat oleh empu terkenal, misalnya keris dapur lar ngantap, keris dapur pasopati, dan keris dapur cundrik (dibuat empu Ramadi); keris lurus dapur jalak dinding (karya empu Isakadi); keris lurus dapur tilam upih (karya empu Bramagedali).
Keris-keris yang mempunyai luk banyak dihasilkan oleh para empu terkenal. Keris-keris berluk yang terkenal itu pun sekarang dimiliki oleh orang-orang yang mempunyai kedudukan dan terpandang. Keris berluk dan dibuat oleh empu terkenal, misalnya keris luk 11 dapur sempana (karya empu Janglatikala); keris luk 11 dapur santan dan keris luk 19 dapur karacan (karya empu Sulati); dan keris luk 9 dapur panimbal, keris luk 13 dapur jamen, keris luk 13 dapur buto ijo (karya empu Domas zaman Brawijaya Majapahit).
Sementara keris-keris berluk yang dimiliki oleh orang-orang terkenal di negeri ini, misalnya seperti keris yang dimiliki oleh mantan Presiden RI ke-2 Soeharto. Beliau memiliki keris luk 13, dengan nama Kangjeng Kyai Sengkelat zaman kerajaan Majapahit yang diciptakan oleh empu Supo Mandrangi. Keris lain adalah keris berluk 11 dengan dapur Sabuk Inten.
Istilah keris, biasanya menunjuk pada bilah keris dan warangkanya. Bentuk warangka beraneka ragam, seperti bentuk ladrangan dan gayaman. Sementara bilah keris bisa berbentuk lurus atau berlekuk. Dalam ilmu perkerisan juga dikenal dengan istilah “dapur”. Istilah dapur keris adalah suatu penamaan ragam bentuk atau tipe keris sesuai dengan ricikan yang terdapat pada keris itu dan jumlah luknya. Penamaan dapur keris ada patokan dan pembakuannya. Dalam dunia perkerisan, pembakuan ini disebut dengan pakem dapur keris. Setiap bilah keris biasanya mempunyai beberapa bagian dengan nama-nama seperti kudup, bungkul, greneng, kembang kacang, gandik, lambe gajah, buntutm sirah cecak, dan peksi/pesi.
Istilah dapur khususnya dipakai dalam menentukan jenis bilah keris yang berasal dari Jawa, dan menurut jumlah luk yang terdapat pada bilah masing-masing keris. Macam-macam dapur keris jumlahnya hingga ratusan, sesuai dengan bilah keris dan jumlah luk keris. Dapur keris yang dikenal dalam ilmu perkerisan antara lain: Tilam Upih, Tilamsari, Sabuk Inten, Brojol, Kebo Lajer, Jalak Tilam Sari, Kala Tinantang, Ngamperbuta, Mahesa Nabrang, Nagasasra, Sengkelat, Panji Sekar, Sabuk Tampar, Pasopati, Naga Siluman, Kalamunyeng, Kidangsoka, Jalak Ngore, dan lain-lain.
Setiap dapur keris yang mempunyai nama tertentu pasti dengan ciri khas tertentu pula. Misalnya, dapur Tilamupih berupa bilah keris yang dilengkapi hanya dengan sebuah tikel dan kembang kacang. Keris dapur Jalak Ngore berupa bilah keris yang dilengkapi dengan sraweyan dan greneng. Sementara keris dapur Brokol adalah berupa bilah keris yang terpadu dengan ganjanya, menjadi satu bentuk utuh dan dilengkapi dengan pijetan. Keris dapur Tilamsari adalah bentuk bilah keris yang dilengkapi dengan kruwingan, pijetan, dan grenengan. Keris dapur Kalamunyeng adalah bentuk bilah keris lurus namun memiliki sogokan depan, badan bagian depan tipis dan belakang agak tebal sehingga terkesan agak berpunggung. Dapur ini dilengkapi dengan duri pandan, terdapat dua buah gusen atas dan bawah.
Selain itu, setiap keris juga memiliki pamor. Pamor adalah pola atau lukisan yang terlihat pada bilah keris yang dibuat dari baja putih. Pamor dalam sebuah bilah keris dapat memberi petunjuk mengenai kualitas teknik penempaan dan cara pengolahan logam-logam yang dipergunakan dalam proses pembuatan. Munculnya pamor ini akan memberi nilai artistik dari setiap keris yang dihasilkan oleh empu. Dari pamor ini pula, kadang bisa pula untuk menentukan seorang empu pembuatnya sekaligus zamannya. Munculnya pamor dalam sebuah keris inilah yang kemudian menggambarkan suatu makna simbol yang khas.
Macam-macam pamor keris yang dikenal dalam dunia perkerisan antara lain: Wos Wutah, Kelengan, Sanak, Wengkon, Mrambut, Banyu Tumetes, Adeg, Blarak Ngirit, Wengkon, Tambal, Sekar Pala, Lawe Setukel, Ombak Emas, Sekar Blimbing, Walang Sinunduk, Pandhan Binethot, Udan Mas, dan lain-lain.
Sementara dalam perkerisan dikenal pula istilah tangguh. Tangguh menurut kamus bahasa Indonesia adalah sukar dikalahkan. Tangguh keris dapat juga dikatakan atau diartikan sebagai ciri atau gaya suatu zaman atau kerajaan. Macam-macam tangguh antara lain: Mataram, Blambangan, Tuban, Kartasura, Pajang, Majapahit, Yogyakarta, Surakarta, Pejajaran, dan lain-lain.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar